SOFTWARE SEKOLAH SISKUL – Matematika kerap dijadikan tolok ukur prestasi seorang anak. Anak yang bisa matematika sejak dini sering dibangga-banggakan orang tuanya, karena dianggap pintar. Nyatanya, Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sering dipandang menakutkan bagi banyak siswa. Tapi ada saja murid yang tidak mengalami masalah dengannya. Ternyata, menurut sebuah penelitian, faktor orangtua sangat berperan.
Jasa Pembuatan Aplikasi Sekolah
Sebuah penelitian oleh University of Pittsburgh mendapati bahwa unjuk kerja orangtua dalam ujian baku matematika menjadi penanda kuat keberhasilan anak-anak mereka dalam ujian serupa. Yang paling mengejutkan, para peneliti menemukan korelasi kuat antara seorang orangtua dengan naluri anak akan angka-angka, yaitu kemampuan untuk memahami bahwa tumpukan 20 kelereng itu lebih besar daripada tumpukan 10 kelereng, bahkan tanpa menghitung. Melissa E. Libertus, pimpinan penelitian, mengatakan melalui terbitan pers, “Temuan-temuan kami menduga naluri tentang angka-angka itu diturunkan — sadar atau tidak sadar — dari orangtua kepada anak.”, “Ini berarti, pada hakikatnya, kemampuan matematika orangtua cenderung ‘menular’ kepada anak-anak mereka.”
Ternyata, kemampuan matematika tak hanya diukur dari kemampuan berhitung, “Orang yang bisa berhitung belum tentu bisa matematika. Itu karena matematika juga mencakup soal menjelaskan nalar, idenfitikasi masalah, klasifikasi dan sebagainya,” kata Dhitta Puti Sarasvati, dosen matematika di Universitas Sampoerna. Menurutnya, matematika yang sesungguhnya ialah bernalar, menjelaskan gagasan, dan menyelesaikan masalah. Bukan sekadar hitung-hitungan dan menghafal rumus saja.
Kemampuan matematika dasar seperti pertambahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian memang perlu dipelajari oleh anak. Namun, pelajaran matematika lanjutannya (seperti aljabar, geometri, dan sebagainya) bukan berarti pula jadi hal yang wajib dipelajari anak. Semua anak pada dasarnya punya kemampuan dalam hal matematika. Namun, kadangkala yang dipelajari di sekolah kurang sesuai dengan makna matematika itu sendiri. Matematika yang diajarkan di kelas terpaku pada kurikulum, yang membuat seakan-akan matematika hanya soal angka dan hitungan semata. Dengan kata lain, pelajaran ini hanya berpusar pada angka dan rumus-rumus. Selain itu, ketika guru lebih mengutamakan hasil daripada nalar cara menjawab anak, itu juga bukanlah matematika yang sesungguhnya. Hal ini yang kerap disebut ‘tidak ada matematika di kelas matematika yang biasa’.
Matematika tidak bisa diaplikasikan secara praktis. Kemampuan belajar matematika adalah kemampuan berpikir abstrak, jadi tidak harus selalu ada aplikasi praktisnya. Pada penerapannya sehari-hari matematika tidak bisa langsung, bisa saja baru diaplikasikan satu, dua, atau bahkan sepuluh tahun kemudian. Tapi, kemampuan dasar matematika dibutuhkan anak-anak dalam keseharian.